Indonesia merupakan negara agraris yang
beriklim tropis. Namun ironisnya, masih banyak hasil pertanian yang saat
ini diimpor dari Negara lain, bahkan bahan makanan pokok yang paling penting
seperti beras. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, produksi
padi 2012 diperkirakan sebesar 68,96 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau
mengalami kenaikan sebesar 3,20 juta ton (4,87 persen) dibandingkan 2011.
Meskipun ada kenaikan pada produksi padi, tetapi impor
komoditas beras negara Indonesia juga telah mencapai 1,8 juta ton dengan nilai
US$ 945,6 juta. Jumlah impor bahan komoditas pangan tersebut
untuk memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia yang pada tahun 2012 sudah mencapai
257.516.167 jiwa (Berita Resmi Statistik, 2012). Ada beberapa faktor
yang menyebabkan tingginya nilai impor bahan komoditas pangan tersebut seperti
semakin berkurangnya lahan pertanian, semakin tidak menentunya iklim,
berkurangnya jumlah sumber daya manusia dan kurangnya informasi ilmu
pengetahuan terkini mengenai tanaman tersebut.
Untuk
mengatasi berbagai persoalan tersebut supaya Indonesia bisa kembali melakukan
swasembada komuditas pangan (beras), perlu dilakukan beberapa inovasi-inovasi
seperti pembukaan lahan pertanian baru, pemanfaatan lahan yang belum
termanfaatkan seperti lahan gambut, dan penerapan teknologi pertanian yang
menyangkut rekayasa teknologi tanaman dan nutrisi. Nutrisi tanaman merupakan
faktor yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan menjaga kestabilan
hasil tanaman pangan tersebut. Salah satu nutrisi tanaman yang sangat penting
dan sudah dilupakan oleh para petani di Indonesia adalah nutrisi unsur hara
silika. Pengaruh positif unsur hara silika pada tanaman padi ini telah banyak
dilaporkan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Cina, Korea
Selatan,Taiwan, India, Sri langka, Vietnam, Filipina, Brazil dan Kolombia.
Silika (Si) merupakan salah satu unsur
hara yang dibutuhkan tanaman golongan gramenae seperti tanaman padi,
tebu, jagung dan tanaman lain yang bersifat akumulator silika, terdapat di
permukaan daun, batang, dan gabah (padi). Tanaman yang kekurangan Si
menyebabkan ketiga organ tanaman di atas kurang terlindungi oleh lapisan
silikat yang kuat, akibatnya (1) daun tanaman lemah terkulai, tidak efektif
menangkap sinar matahari, sehingga produktivitas tanaman rendah, (2) penguapan
air dari permukaan daun dan batang tanaman dipercepat, sehingga tanaman mudah
layu atau peka terhadap kekeringan, (3) daun dan batang menjadi peka terhadap
serangan hama dan penyakit, (4) tanaman mudah rebah, (5) kualitas gabah (padi)
berkurang karena mudah terkena hama dan penyakit sehingga hasil optimal tanaman
tidak tercapai, kestabilan hasil rendah (fluktuatif) dan mutu produk rendah.
Namun demikian, peran silika sebagai
unsur hara yang dibutuhkan jenis tanaman tersebut belum mendapatkan perhatian
secara serius. Meskipun bukan termasuk unsur hara esensial, silika dikenal
sebagai unsur hara yang bermanfaat (beneficial element), terutama untuk
tanaman padi, tebu dan jagung. Kebutuhan nutrisi silika pada tanaman golongan gramenae
tergolong sangat tinggi, tanaman padi mengangkut silika 100-300 kg/Ha dan
tanaman tebu mengangkut silika 500-700 kg/Ha
dalam sekali panen. Besarnya kandungan silika yang diambil setiap kali
panen tersebut mengakibatkan miskinnya unsur hara silika dalam tanah yang
menyebabkan berkurangnya produktivitas tanaman tersebut. Dengan semakin intensifnya penanaman padi (2-3 kali
setahun), maka akan semakin menguras unsur hara silika di dalam tanah bila
tanpa diimbangi upaya
mengembalikan unsur hara silika secara cepat dan efektif ke dalam tanah.
Silika mempunyai peranan penting untuk tanaman padi, tebu, jagung dan
tanaman lain yang
bersifat akumulator silika
dalam hal : 1) meningkatkan hasil produksi tanaman, meningkatkan
daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit; 2) meningkatkan efisiensi
dan translokasi hasil fotosintesis; 3) memperkuat akar tanaman serta
meningkatkan root oxidizing power
yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap keracunan Fe, Al, dan Mn; 4)
diprediksi dapat menurunkan penggunaan pupuk fosfat dan urea hingga lebih dari
50 % dosis standar; 5) memperkuat batang tanaman sehingga dapat mengurangi
kerobohan; 6) menekan laju transpirasi sehingga efisien dalam menggunakan air
dan lebih tahan terhadap kekeringan; serta 7) menetralkan pH tanah di Indonesia
yang cenderung bersifat asam karena pemberian urea dan pestisida.
Pola pengembalian unsur hara silika ke dalam tanah yang umum dilakukan di pertanian Indonesia biasanya dengan
memanfaatkan jerami setelah panen berupa kompos jerami maupun sekam
padi. Namun demikian, jerami
atau sekam padi biasanya diangkut ke luar sawah atau
langsung dibakar sehingga tidak ada waktu
untuk mendekomposisinya. Alternatif sumber pupuk silika adalah limbah pabrik baja
(slag) dan fly ash. Limbah pabrik baja memang mengandung SiO2 cukup
tinggi (40%), namun masih mengandung logam berat yang berbahaya bagi tanaman,
sehingga diprediksi dapat menimbulkan masalah pencemaran logam yang ikut terbawa ke
lahan/lingkungan. Di Luar negeri, penggunaan pupuk Si sudah
sangat intensif, ada yang diberikan sebagai kapur yang mengandung Si dan Ca,
atau sebagai pupuk Si komersial seperti gel silika dan fused magnesium silikat. Beberapa pupuk Si telah dijual secara
komersial di luar negeri seperti kalsium
silikat slag, fuse magnesium fosfat, kalium silikat, porous hydrate kalsium
silikat, dan silika gel.
Sumber-sumber pupuk silika
tersebut belum banyak dikenal dan tersedia di Indonesia.
Selain itu, beberapa jenis pupuk silika yang sudah ada dipasaran dunia tersebut
masih mempunyai beberapa kelemahan, pupuk silika jenis kalsium silikat,
magnesium silikat dan kalium silikat bersifat basa, sehingga jika sering digunakan
akan meningkatkan nilai pH tanah menjadi basa yang bisa berdampak pada turunnya
produktivitas tanaman. Sedangkan pupuk silika jenis silika gel, fly ash dan terak baja mempunyai kelemahan pada waktu penyerapan
silika oleh tanaman tersebut. Hal ini karena pupuk silika jenis ini mengandung
silika dengan ukuran partikel yang cukup besar, sehingga proses
pemecahan/pelapukan partikel oleh lingkungan membutuhkan waktu yang cukup
lama.
Dengan memanfaatkan teknologi nano, saat ini kami
telah dapat menghasilkan pupuk silika dengan ukuran nanometer (1x10-9 meter) sehingga dengan ukuran partikel
yang sangat kecil tersebut silika akan lebih mudah dan cepat di serap oleh
tanaman padi sehingga mampu meningkatkan produktivitas, kestabilan dan kualitas
hasil padi. Penerapan pupuk nanosilika untuk pola pertanian di negara maju seperti
Jepang dan Korea telah banyak dikembangkan, oleh karena efektifitas (kecepatan)
meningkatkan proses fotositesis, sehingga secara kualitatif dan kuantitatif
produksinya meningkat. Pola ini sangat efektif dan cepat sekali untuk
menggantikan unsur Si yang hilang oleh berbagai faktor.
Pupuk nanosilika
ini telah diuji pada penanaman padi jenis “situ bagendit” di area lahan
sawah milik Kelompok Tani Bangun Karyo di desa Cangkring, Kelurahan Kunir, Kec.
Dempet, Kab. Demak, Jawa Tengah. Pada uji coba ini telah dihasilkan gabah padi
seberat sekitar 7,5 ton/Ha. Hasil ini lebih banyak dibandingkan panen
sebelumnya yaitu rata-rata 4-6 ton/Ha sehingga ada peningkatan sekitar 1,5
ton/Ha. Selain di desa Cangkring, kita melakukan promosi dengan memberikan tester di beberapa daerah seperti Karangrayung,
Grobogan; Kaliurang - Imogiri, Yogyakarta; Batang; Jaten, Karanganyar;
Karanggede, Boyolali; Sawahan – Dimoro – Muntilan – Krasak – Grabak, Magelang;
Sukamaju, Kab. Bogor dan Tambun, Bekasi. Dari beberapa daerah tersebut,
sebagian besar petani yang telah mencoba menggunakan pupuk nanosilika kembali
memesan produk pupuk nanosilika ini untuk digunakan dalam proses penanaman padi
musim berikutnya serta ada juga yang di jual kepada petani-petani lainnya yang
tertarik dengan hasil panen padi yang menggunakan pupuk nano silika, sedangkan
sebagian besar lainnya masih dalam proses menunggu hasil panen padinya.